Taty Rahayu

Nama Taty Rahayuningsih, lahir di Banyumas 6 Januari 1969. Saat ini bekerja sebagai Pengawas Sekolah di Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor propinsi Jawa Barat. Ho...

Selengkapnya
Navigasi Web

POLA PEMBINAAN SUTAN GASDAM UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI MANAJERIAL KEPALA SEKOLAH DALA

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Berdasarkan hasil pengamatan, pemantauan, dan supervisi manajerial terhadap kepala sekolah di sekolah binaan tentang standar pengelolaan didapati bahwa kepala sekolah di sekolah binaan belum mampu menyusun Rencana Kerja Sekolah (RKS) dengan baik. RKS merupakan salah satu program kerja yang harus empat tahun ke depan, serta sebagai kerangka dasar dalam penyusunan dan penggelolaan keuangan sekolah dalam setiap tahun. Kepala sekolah sebagai pemimpin di Satuan Pendidikan harus memiliki pengetahuan, kepemimpinan, perencanaan, dan pandangan yang luas tentang sekolah dan pendidikan. Akan tetapi kenyataan di lapangan berdasarkan dari hasil pengecekan dokumen pada kegiatan supervisi manajerial pada standar pengelolaan dan wawancara , kepala sekolah belum secara optimal menjalankan tugasnya dengan baik. Hal tersebut peneliti temukan bahwa kepala sekolah belum memiliki program kerja pengelolaan sekolah seperti Rencana Kerja Sekolah, Program Tahunan, Peraturan Akademik.

Kepala sekolah sebagai pemimpin di Satuan Pendidikan seharusnya mampu membawa perubahan, dan orang yang selalu ingin tahu mengapa perubahan harus terjadi. Kepemimpinan sering dianggap sebagai suatu faktor yang paling penting bagi kesuksesan atau kegagalan suatu institusi semacam sekolah. Sebuah institusi pendidikan, sekolah harus dipimpin oleh seorang kepala sekolah yang berkompeten sebagai seorang administrator sekaligus sebagai seorang pemimpin.

Upaya penyelenggaraan pendidikan formal yang bermutu sangat berkaitan erat dengan kejelian dan ketepatan dalam mengidentifikasi, memformulasi, mengemas, serta menjabarkan kebijakan, strategi, dan program operasional pendidikan.sekolah. Hal ini, berarti bahwa kemampuan manajerial kepala sekolah dan layanan profesional tenaga pendidikan perlu dikembangkan dan difungsikan secara optimal. Oleh sebab itu, sekolah sebagai unit kerja terdepan yang langsung berhubungan dengan kebutuhan riil di bidang pendidikan, sudah saatnya untuk memiliki otonomi kerja dalam menjalankan manajemen di sekolahnya. Di bawah kepemimpinan kepala sekolah yang profesional, para pendidik dan tenaga kependidikan (PTK) diharapkan mampu menampilkan dan mengembangkan diri sesuai dengan potensinya yang pada gilirannya dapat meningkatkan mutu pendidikan di institusinya.

Sekolah sebagai sebuah entitas organisasi diwajibkan menyusun rencana kerja. Kewajiban kepala sekolah untuk menyusun rencana kerja sekolah diatur dalam Permen Diknas Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengeloalaan Pendidikan. “RKS merupakan suatu dokumen yang harus dibuat oleh kepala sekolah, karena memuat rencana program pengembangan sekolah empat tahun ke depan dengan mempertimbangkan sumberdaya yang dimiliki menuju sekolah yang memenuhi Standar Nasional Pendidikan (SNP)” (Permendiknas No. 19: 2007). Berdasarkan kajian di lapangan belum semua kepala sekolah menyusun rencana kerja sekolah, walaupun ada, ketika dikaji secara seksama ada beberapa faktor yang masih perlu dibenahi. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah penyusunan rencana kerja sekolah belum melibatkan seluruh stakeholder. Di samping itu tentang proses penyusunan rencana kerja sekolah yang tidak didasarkan pada hasil evaluasi diri sekolah (EDS). Rencana kerja sekolah yang dimiliki sekolah lebih memprihatinkan lagi karena, hanya disusun sendiri oleh kepala sekolah sehingga dapat dikatakan rencana kerja sekolah merupakan rencana kerja kepala sekolah.

Kondisi tersebut, ditemukan peneliti ketika melakukan superivisi managerial, dan penilaian kinerja kepala sekolah serta hasil wawancara dengan para wakil kepala sekolah, ternyata tidak sedikit Kepala Sekolah yang belum menyusun RKS dengan baik sebagai salah satu implementasi tugas managerial Kepala Sekolah. Berdasarkan hasil dari supervisi manajerial pada standar pengelolaan dan wawancara, dari 15 kepala sekolah di sekolah binaan tak satupun kepala sekolah yang membuat RKS berdasarkan hasil EDS, bahkan ironisnya beberapa sekolah RKS yang dibuat merupakan copi paste dari sekolah lain. Atas dasar kondisi tersebut, peneliti memandang perlu untuk melakukan pembinaan supervisi berkelanjutan dan pendampingan penyusunan RKS, mengingat RKS sebagai dasar pengembangan sekolah, maka sebagai kepala sekolah yang mempunyai tugas manajerial ternyata belum mengimplemetasikan tupoksi secara optimal terutama dalam penyusunan perencanaan kegiatan sekolah belum sepenuhnya didasari pada kondisi sekolah (kelemahan, kekuatan, peluang, dan tantangan), tetapi masih ada yang mencontoh sekolah lain sehingga rencana kerja yang dibuat belum sepenuhnya menggambarkan kondisi sekolah yang sebenarnya. Hal ini, terbukti pada program sekolah yang hampir sama dengan sekolah lain, padahal kondisi dan kebutuhan tiap sekolah berbeda. Keadaan ini menunjukkan lemahnya kemampuan manajerial kepala sekolah.. Kondisi ini tentu tidak boleh dibiarkan berlarut-larut, dengan berbagai upaya harus dilakukan agar paling tidak semua kepala sekolah mampu memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM) seperti yang diamanatkan oleh Permendiknas Nomor 15 tahun 2010 tentang SPM Pendidikan Dasar di Kabupaten/Kota.

Salah satu upaya untuk mengatasi masalah di atas yang sesuai dengan tupoksi (tugas pokok dan fungsi) peneliti sebagai pengawas sekolah adalah melakukan pendampingan dan pembimbingan dalam penyusunan RKS. Berdasarkan hasil dari pengecekan dokumen dan wawancara, penulis tertarik untuk mengadakan Penelitian Tindakan Sekolah dengan judul: “Pola Pembinaan Sutan Gasdam untuk Meningkatkan Kompetensi Manajerial Kepala Sekolah dalam Penyusunan Rencana Kerja Sekolah”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas dapat diidentifikasi per- masalahannya sebagai berikut:

a. Penyusunan rencana kerja sekolah belum melibatkan seluruh stakeholder.

b. Penyusunan rencana kerja sekolah belum melibatkan seluruh stakeholder.

c. Proses penyusunan rencana kerja sekolah yang tidak didasarkan pada hasil evaluasi diri sekolah (EDS).

d. Kemampuan manajerial kepala sekolah dalam menyusun RKS masih rendah.

e. Sekolah tidak/belum memiliki Tim Pengembang Sekolah, sekolah hanya berjalan rutinitas tanpa program, tidak ada perubahan dari tahun ke tahun dikelola secara konvensional

C. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang dan identifikasi masalah maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

“Apakah Pola Pembinaan Sutan Gasdam dapat Berdampak Meningkatkan Kompetensi Manajerial Kepala Sekolah dalam Penyusunan RKS?”

D. Pemecahan Masalah

Masalah utama dalam penelitian tindakan sekolah ini adalah untuk membuktikan, “1) Apakah pola pembinaan Sutan Gasdam dapat meningkatkan kompetensi manajerial kepala sekolah dalam penyusunan RKS, 2) bagaimana proses peningkatan kompetensi manajerial kepala sekolahdalam penyusunan RKS melalui pola pembinaan Sutan Gasdam.

Pertanyaan tersebut dapat dijawab dengan berbagai tindakan sebagai pemecahan masalah yakni dengan kegiatan yang dilaksanakan secara terprogram, terencana, dan berkelanjutan mulai dari ;

1. Menyusun jadwal pelaksanaan pembinaan dengan pola sutan gasdam dan mengkomunikasikan kepada kepala sekolah disekolah binaan.

2. Mengadakan pertemuan awal untuk menjelaskan teknik dan mekanisme pembinaan Sutan Gasdan.

3. Menyampaikan format-format yang digunakan dalam pembinaan.

4. Melaksanakan pembinaan dan pengarahan kepada seluruh kepala sekolah binaan dalam rangka upaya meningkatkan kompetensi manajerial.

5. Melaksanakan pembinaan berdasarkan kelebihan, kekurangan dan kelemahan yang ditemukan dalam pembinaan secara komunikatif .

6. Memberikan penugasan kepada seluruh kepala sekolah dari hasil pembinaan.

7. Menjadwalkan pendampingan dan mendampingi kepala sekolah dalam menyusun RKS, dan

6. Melaksanakan supervisi manajerial secara berkelanjutan.

Tahapan supervisi manajerial tersebut, sebagai pembinaan dan pendampingan yang terprogram, terjadwal berkelanjutan atau terus menerus tersebut, diharapkan dapat meningkatkan kompetensi manajerial kepala sekolah binaan dalam melaksanakan tugas kepemimpinan di Satuan Pendidikan.

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Mengacu dengan pertanyaan penelitian di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: untuk mengetahui, mendeskripsikan, dan menganalisis kompetensi manajerial kepala sekolah dalam penyusunan RKS .

2. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapar bermanfaat untuk:

a. Diri Sendiri/peneliti

Melaksanaan penelitian tindakan sekolah ini meningkatkan kompetensi pengawas yang harus dimiliki, dengan demikian peneliti semakin memahami kekurangan kepala sekolah di setiap jenjang satuan pendidikan, sehingga dapat dijadikan evaluasi untuk memperbaiki kinerja serta menentukan pola-pola pembinaan sesuai dengan kebutuhan di lapangan.

b. Teman Sejawat

Hasil penelitian dapat dijadikan referensi dalam mengimplementasikan pembinaan di sekolah binaan serta dapat dijadikan acuan/kerangka dasar unruk melalukan penelitian yang sejenis dengan lebih sempurna.

c. Kepala Sekolah

Meningkatkan kompetensi manajerial dalam penyusunan rencana kerja sekolah, sehingga dapat meningkatkan kualitas pengelolaan atau kepemimpinannya yang berdampak pada peningkatan manajemen mutu pendidikan.

d. Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor

Penyusunan Rencana Kerja Jangka Menengah kepala sekolah dalam Satuan Pendidikan sebagai bahan evaluasi bagi Dinas Pendidikan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan melalui peningkatan kompetensi manajerial kepala sekolah dalam bentuk pelatihan dan atau workshop.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Konsep Pola Pembinaan Sutan Gasdam

Menurut kamus lengkap bahasa Indonesia (Badudu, 2002:316) bahwa “pembinaan berarti usaha, tindakan dan kegiatan yang digunakan secara berdayaguna dan berhasil guna untuk memperoleh hasil yang baik”. Dari definisi tersebut dapat peneliti disimpulkan bahwa pembinaan adalah suatu usaha sadar dan terencana yang dilakukan untuk meningkatkan apa yang sudah ada kepada yang lebih baik (sempurna) baik terhadap yang sudah ada (yang sudah dimiliki).

Dalam suatu pembinaan menunjukkan adanya suatu kemajuan peningkatan, atas berbagai kemungkiinan peningkatan, unsur dari pengertian pembinaan ini merupakan suatu tindakan, proses atau pernyataan dari suatu tujuan dan pembinaan menunjukkan kepada “perbaikan” atas sesuatu istilah pembinaan hanya diperankan kepada unsur manusia, oleh karena itu pembinaan haruslah mampu menekan dan dalam hal-hal persoalan manusia. Hal ini sejalan dengan pendapat Miftah Thoha dalam bukunya yang berjudul “Pembinaan Organisasi” mendefinisikan, pengertian pembinaan bahwa :

1. Pembinaan adalah suatu tindakan, proses, atau pernyataan menjadi lebih baik.

2. Pembinaan merupakan suatu strategi yang unik dari suatu sistem pambaharuan dan perubahan (change).

3. Pembinaan merupakan suatu pernyataan yang normatif, yakni menjelaskan bagaimana perubahan dan pembaharuan yang berencana serta pelaksanaannya.

4. Pembinaan berusaha untuk mencapai efektivitas, efisiensi dalam suatu perubahan dan pembaharuan yang dilakukan tanpa mengenal berhenti. (Miftah,1997:16-17).

Pola pembinaan Sutan Gasdan yang dimaksud adalah cara pembinaan melalui Supervisi Berkelanjutan, Penugasan dan Pendampingan secara terstruktur dan terencana terhadap kepala sekolah binaan untuk meningkatkan kompetensi manajerial dan atau akademik sehingga mampu meningkatkan mutu pendidikan di sekolah yang dipimpinnya. Konsep dari Sutan Gasdan yang lebih detail, sebagai berikut:

1. Pengertian Supervisi Berkelanjutan

Ketrampilan utama dari seorang pengawas adalah melakukan penilaian dan pembinaan kepada kepala sekolah , untuk secara terus menerus meningkatkan kualitas pengelolaan sekolah yang dilaksanakan di sekolah yang dipimpinnya agar berdampak pada kualitas mutu pendidikan..Untuk dapat mencapai kompetensi tersebut pengawas diharapkan dapat melakukan pengawasan manajerial yang didasarkan pada metode dan teknik supervisi yang tepat sesuai dengan kebutuhan kepala sekolah, untuk meningkatkan mutu pengelolaan sekolah.

Menurut, (KUBI; hal: 555) supervisi diartikan pengawas utama, pengontrol utama atau penyelia. Djam’an Sotari (2016:38) mengemukakan bahwa supervisi merupakan kegiatan pengawasan dengan fokus utama melakukan penelian keterlaksanaan kaidah keilmuan dalam bentuk konsep dan teori yang melandasi pekerjaan profesional. Suharsimi Arikunto ( 2004 ) menyatakan bahwa supervisi bukan hanya dilakukan oleh pejabat yang sudah ditunjuk tetapi oleh seluruh personil sekolah (by the entire school staff ).

Menurut Nana Sudjana (2008) pengertian supervisi adalah proses bantuan untuk meningkatkan situasi belajar-mengajar agar lebih baik. Hal ini menunjukkan bahwa supervisi adalah proses bantuan, bimbingan, dan/atau pembinaan dari supervisor kepada guru untuk memperbaiki proses pembelajarannya. Bantuan, bimbingan atau pembinaan tersebut bersifat professional yang dilakukan melalui dialog untuk memecahkan masalah pembelajaran. Pengawas sekolah sebagai supervisor membantu dan membina guru sebagai mitra kerjanya agar lebih professional dalam melaksanakan tugasnya yakni merencanakan dan melaksanakan pembelajaran. Kata yang paling tepat “supervisi atau pengawasan adalah pembinaan yakni kegiatan yang terrencana. terpola, dan terprogram untuk mengubah dan memperbaiki perilaku seseorang dalam melaksanakan tugas pokok dan tanggungjawabnya secara professional”.

Pada dasarnya supervisi yang dilakukan olen pengawas sekolah ada dua aspek yakni supervisi manajerial dan akademik. Supervisi manajerial adalah supervisi yang berkenaan dengan aspek pengelolaan sekolah yang terkait langsung dengan peningkatan efsiensi dan efektivitas sekolah yang mencakup perencanaan, koordinasi, pelaksanaan, penilaian, pengembangan kompetensi sumber daya manusia (SDM) kependidikan dan sumber daya lainnya. Dalam melaksanakan fungsi supervisi manajerial, pengawas sekolah berperan sebagai:

a. Kolaborator dan negosiator dalam proses perencanaan, koordinasi, pengembangan sekolah.

b. Asesor dalam mengidentifikasi kelemahan dan menganalisis potensi sekolah.

c. Pusat informasi pengembangan mutu sekolah, dan

d. Evaluator terhadap pemeknaan hasil pengawasan.

Sedang supervisi akademik adalah serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan kemempuannya mengelola proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. (Bahan ajar supervisi manajerial dan akademik, kemendikbud, 2014:hal 18)

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat peneliti disimpulkan bahwa supervisi diartikan kegiatan profesional yang dilakukan oleh pengawas sekolah dalam rangka membantu kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan guna meningkatkan mutu dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran. Supervisi pendidikan diartikan sebagai pelayanan yang disediakan oleh pemimpin untuk membantu pengawas sekolah agar menjadi pengawas yang cakap sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu pendidikan pada khususnya agar mampu meningkatkan efektifitas proses pembelajaran disekolah, sedangkan supervisi berkelanjutan adalah kegiatan supervisi yang dilakukan secara terus-menerus, terprogram dan teren cana guna meningkatkan mutu dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran.

2. Pengetian Metode Penugasan

Kata penugasan berasal dari kata dasar “tugas” yang memiliki arti kewajiban yang harus dikerjakan, pekerjakan yang merupakan tanggung jawab; pekerjakan yang dibebankan (Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, R. Sutoyo Bakir : 2009: hal: 561). Penugasan merupakan kata benda yang diartikan orang yang diberi tugas oleh seseorang yang memiliki kedudukan lebih tinggi. Sedangkan metode diartikan cara sistematis dan terpikir cecara baik untuk mencapai tujuan, prinsip, dan praktik-praktik pengajaran (KLBI, Sutoyo Bakir, 2009 : 337). Dengan demikian, dapat penulis simpulkan bahwa yang dimaksud dengan metode penugasan adalah suatu cara yang sistematis yang diberikan kepada seseorang untuk melalukan kegiatan seperti yang ditugaskan.

Sejalan dengan artikel yang dikutip pada http://karyatulisilmiah.com. (Juli 2015) metode penugasan (Resitasi) adalah suatu metode penyajian bahan di mana guru /kepala sekolah /pengawas memberikan tugas tertentu untuk melakukan kegiatan seperti yang ditugaskan. Diuraikan lebih lanjut tujuan dari metode penugasan (resitasi) adalah :

a. Menumbuhkan proses pembelajaran yang eksploratif.

b. Mendorong perilaku kreaktif.

c. Membiasakan berpikir komprehensif, dan

d. Memupuk kemamdirian.

Langkah – langkah yang digunakan dalam metode penugasan yaitu:

a. Fase Pemberian Tugas

1. Menetapkan tujuan yang akan dicapai.

2. Jenis tugas jelas dan tepat

3. Tugas yang diberikan sesuai dengan kemampuan.

4. Ada petunjuk/sumber yang dapat membantu mengerjakan tugas.

5. Ketersediaan waktu yang cukup.

b. Fase Pelaksanaan Tugas

1. Diberikan bimbingan dan atau pengawasan.

2. Diberikan dorongan/motivasi untuk menyelesaikan tugas.

3. Diusahakan dikerjan oleh Tim/mandiri.

4. Mencatat hasil yang diperoleh dengan baik dan sistematik.

c. Fase Mempertanggunjawabkan Tugas

1. Laporan tertulis atau lisan dari apa yang telah dikerjakan.

2. Adanya tanya jawab /diskusi.

3. Penilaian hasil pekerjaan dengan tes/non tes.

3. Pengertian Pendampingan

Pendampingan (coaching) dapat didefinisikan sebagai pengembangan kemampuan, keterampilan, dan pengalaman orang lain dengan memberi mereka kesempatan untuk memperoleh pelatihan dan pengembangan di tempat kerja, melalui penggunaan tugas-tugas yang direncanakan secara sistematis dan berat dalam pekerjaan yang sesungguhnya sebagai sarana belajar. Semua kegiatan ini digabung dengan penilaian dan penyuluhan terus menerus oleh pendamping yang bertanggung jawab. Sejalan dengan pendapat Atok R. Aryando dkk (2005 : 25) coaching didefinikan sebuah bentuk kemitraan dengan coachee di dalam proses yang memprovokasi pikiran dan kreativitas untuk mengispirasi coachee dalam memaksimalkan potensi, baik secara personal maupun profesional.

Kelebihan praktis pendampingan (coaching) ialah bahwa metode ini menghindarkan orang yang didampingi tersebut untuk harus meninggalkan pekerjaan guna menghadiri acara-acara pelatihan, tetapi menggunakan situasi kerja untuk proses belajar tersebut.

Syarat menjadi seorang pendamping adalah orang yang bertanggung jawab atas pendampingan, atau manajer, tetapi tidak selalu berarti bahwa pendampingan hanya dilakukan oleh manajer saja. Di bawah ini adalah syarat-syarat yang harus ada pada seorang pendamping. Manajer tidak perlu menjadi “bintang” dalam kegiatan yang akan menjadi obyek penerapan pendampingan tersebut, tetapi kekuatan mereka terletak dalam kemampuan mereka terletak dalam kemampuan mereka mengarahkan pengembangan tersebut, membangun dan mempertahankan motivasi orang yang didampingi tersebut untuk tampil baik, dan memberikan kesempatan-kesempatan praktis untuk pembelajaran dan pengembangan. Pendampingan harus bersedia mengikuti pendampingan tersebut hingga titik akhir, apapun tekanan yang mungkin muncul. Pendamping harus sanggup mengenali dan menganalisis situasi-situasi belajar, memilihnya menjadi pembelajar yang spesifik, dan menilai kinerjanya pada akhir penugasan tersebut, maka setiap upaya dan kesempatan harus dilakukan untuk memperoleh dengan cepat agar pendampingan orang lain dapat berjalan. Pendamping harus bersedia mendelegasikan banyak aspek pendampingan tersebut kepada “para pakar” dan ahli-ahli khusus pelatihan. Pendamping atau manajer juga harus bersedia mendelegasikan pekerjaan dan wewenang yang sesuai dengannya, tetapi tetap memegang tanggung jawab terakhir atas penyelesaiannya secara efektif.

Manfaat Pendampingan dalam pandangan organisasi, diantaranya adalah: perbaikan kinerja staf tanpa biaya waktu yang tinggi jauh dari tugas dan kursus, tenaga kerja akhirnya menjadi lebih fleksibel dan terampil, perbaikan hubungan kerja dengan komunika si dan interaksi yang makin membaik, keterbukaan yang lebih besar dalam organisasi tersebut, roses perubahan akan makin mudah, biaya pendampingan akan lebih sedikit daripada pelatihan, di dalam atau di luar Satuan Pendidikan.

Adapun manfaat bagi orang yang didampingi: peningkatan kemampuan, kepercayaan diri, fleksibilitas dan keyakinan diri, penggunaan tugas-tugas yang sesungguhnya akan memberikan rasa keterlibatan, komitmen, dan kepuasan kerja yang lebih besar, kesempatan diberikan untuk tumbuh di tempat kerja, untuk menjadi lebih berpengalaman, dan untuk memperoleh pemahaman tentang pekerjaan dengan kadar yang lebih tinggi, orang-orang berkembang menjadi pelajar yang aktif, yang mencari lebih banyak kesempatan pengembangan.

Sedangkan manfaat bagi pendamping: Pertama, kesempatan yang lebih luas untuk menggunakan kemampuan orang-orang dengan lebih efektif, dengan menghemat waktu dan uang dan dengan memperbaiki suasana tim. Kedua, kontrolang lebih efektif atas fleksibilitas yang lebih besar dalam situasi perubahan. Ketiga, dengan staf yang dikembangkan sepenuhnya, pekerjaan dan hubungan akan berjalan dengan lebih mulus. Keempat, pengembangan dan penguatan kemampuan-kemampuan pribadi.

Menurut Atok R. Aryanto dkk ( 2005 : 21) kriteria pemimpin yang baik sebagai coach di antaranya:

1. Mendengarkan dan Bertanya

Pemimpin yang efektif adalah seseorang yang konsisten mengajukan pertanyaan untuk mendapatkan umpan balik dan meminta timnys menemukan ide-ide baru.

2. Fokus pada Solusi

Mencari penyelesaian dari masalah yang ada, bukan mencari penyebab masalah atau dari mana sumber masalah.

3. Membina Hubungan

Mendengkan jawaban dengan fokus pada memberikan kesempatan kepada Coachee untuk mengali kreaktivitas akan meningkatkan kualitas hubungan serta membuat suasana kerja menjadi lebih kondusif.

Berdasarka asumsi di atas, dapat peneliti simpulkan bahwa pendampingan merupakan kegiatan penyuluhan yang dilakukan secara terus menerus, sehingga dalam pelaksanaan pendampingan diperlukan penggunaan beberapa teknik yang disesuaikan dengan tujuan, kebutuhan pembelajaran dan tahapan pendampingan. Peningkatan partisipasi dan Penjamin, pengambilan keputusan secara partisipatif, penting sekali menggunakan gabungan beberapa teknik pendampingan. Beberapa teknik atau metode yang dapat digunakan dalam pendampingan antara lain:

1. Diskusi Kelompok

Diskusi kelompok merupakan salah satu metode/teknik dalam pendampingan yang memfasilitasi peserta untuk bertukar gagasan, pemikiran, informasi/pengalaman diantara peserta sehingga tercapai kesepakatan pokok-pokok pikiran (gagasan).Untuk mencapai kesepakatan tersebut, para peserta dapat saling beradu argumentasi untuk meyakinkan peserta lainnya. Kesepakatan pikiran inilah yang kemudian dicatat sebagai hasil diskusi. Hasil diskusi ini kemudian menjadi salah satu acuan pengambilan keputusan dan tindak lanjut atas suatu pemecahan masalah. Diskusi biasanya digunakan sebagai bagian yang tak terpisahkan daripenerapan berbagai metode lainnya, seperti penjelasan (ceramah), curah pendapat, diskusi kelompok dan lain-lain.

2. Curah Pendapat (Brainstorming)

Curah pendapat menjadi salah satu metode/teknik yang dapat digunakan dalam pendampingan. Secara sepintas curah pendapat hampir menyerupai diskusi umum. Pada dasarnya metode curah pendapat merupakan suatu metode yang memfasilitasi pesertauntuk menyampaikan gagasan, pendapat, informasi, pengetahuan dan pengalaman. Tetapi dalam curah pendapat ini apa yang disampaikan oleh masing-masing peserta dihimpun dan dicatat.Tujuan curah pendapat adalah untuk membuat kompilasi(kumpulan) pendapat. Hasil dari curah pendapat ini, kemudian dijadikan peta pengalaman atau peta gagasan (mindmap) untuk menjadi pembelajaran bersama.

3. Diskusi Kelompok Terfokus (Focus Group Discussion)

FGD atau dalam bahasa Indonesia diterjemahkan Diskusi Kelompok Terfokus (DKT) merupakan suatu forum diskusi yang sifatnyainformal yang mengangkat suatu isu atau topik tertentu. FGD dititikberatkan untuk membangun sinergi pemikiran dan ide (kesepahaman). Perbedaan FGD dengan diskusi pada umumnya, peserta FGD dipilih sesuai dengan keahlian, pengalaman, latar belakang atau posisi tertentu, untuk mendapatkan informasi yang rinci tentang isu/ masalah tertentu.

4. Studi Kasus

Teknik ini digunakan terutama untuk meningkatan kompetensi dalam menganalisis situasi kompleks, memecahkan masalah, dan mengambil keputusan. Peserta diajak untuk mendiskusikan beberapakasus yang serupa atau yang berkaitan dengan permasalahan riil. Kasus tersebut bersama-sama dianalisis, dicari

alternatif penyelesaian masalah dan ditetapkan keputusan bersama melalui diskusi kelompok. Semua anggota kelompok berpartisipasi aktif menyumbangkan saran dan pemikirannya. Hasil pemikiran tiap kelompok, kemudian disajikan dan didiskusikan bersama seluruh anggota untuk dicapai suatu kesepakatan bersama.

B. Konsep Kompetensi Manajerial Kepala Sekolah

Kepala sekolah merupakan jabatan tertinggi dari suatu organisai sekolah, ia mempunyai peranan yang sangat vital dalam mengembangan institusi yang dipimpinya. Dinas pendidikan menetapkan tugas dan peranan kepala sekolah dalam melaksanakan perkejaanya, yaitu sebagai educator, manajer, adminitator, dan supervisor. Dalam perkembangan berikutnya peranan kepala sekolah tersebut bertambah menjadi educator, manajer, administrator, supervisor, leader, innovator, figure dan mediator. (E. Mulyasa, 2003: 97-98). Begitu banyaknya tugas, fungsi dan peran kepala sekolah tersebut menuntut kepala sekolah untuk memiliki kemampuan dan pengalaman yang lebih dibanding bawahanya atau guru. Sehingga pengangkatan kepala sekolah tidak dapat dilakukan sembarangan. Salah satu tugas berat kepala sekolah adalah harus dapat berperan sebagai manajer atau kata lain seorang kepala sekolah harus mempunyai kemampuan manajerial yang memadai.

Sejalan dengan pendapat Soebagio Atmodiwirio (2002: 100) kemampuan (ability) merujuk ke suatu kapasitas individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan, kemampuan dapat diartikan Kemampuan atau skill menuju kepada kemampuan dari seesorang untuk melalukan berbagai jenis kegiatan kognitif atau diperlukan dengan suatu cara yang efektif.

Wahjosumidjo (2002:4) mengemukakan bahwa deskripsi tugas dan tanggung kepala sekolah dapat dilihat dari dua fungsi, yaitu kepala sekolah sebagai administrator dan sebagai supervisor. Kepala sekolah sebagai administrator di sekolah mempunyai tugas dan tanggung jawab atas seluruh proses manajerial yang mencakup perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan terhadap seluruh bidang garapan yang menjadi tanggung jawab sekolah. Bidang garapan manajemen tersebut dapat meliputi bidang personalia, siswa, tata usaha, kurikulum, keuangan, sarana dan prasarana, hubungan sekolah dan masyarakat serta unit penunjang lainnya. Kemudian kepala sekolah sebagai supervisor berkaitan dengan kegiatan–kegiatan pelayanan terhadap peningkatan kemampuan profesionalisme guru dalam rangka mencapai proses pembelajaran yang berkualitas. Untuk dapat melakukan tugas dan tanggung jawab tersebut, kepala sekolah perlu memiliki berbagai kemampuan yang diperlukan. Berdasarkan dua pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan manajerial kepala sekolah adalah seperangkat keterampilan yang dimiliki oleh kepala sekolah dalam upaya untuk mengelola sekolah dengan memanfaatkan berbagai sumber daya yang ada untuk diarahkan pada pencapaian tujuan sekolah yang telah ditetapkan.

Kepala Sekolah agar dapat secara efektif melaksanakan fungsi sebagai manajer, maka harus memahami niali-nilai kemampuan kepemimpinan. Nilai-nilai kemampuan tersebut sebagai berikut:

1) Kemampuan teknis, yaitu menguasai pengetahuan tentang metode, proses, prosedur, dan teknik untuk melaksanakan kegiatan khusus dan kemampuan untuk memanfaatkan serta mendayagunakan sarana, peralatan yang diperlukan dalam mendukung kegiatan yang bersifat khusus tersebut.

2) Kemampuan manusiawi, merupakan kemampuan untuk memahami perilaku manusia dan proses kerja sama, kemampuan untuk memahami isi hati, sikap, dan motif orang lain, kemampuan untuk berkomunikasi secara jelas dan efektif, sehingga mampu menciptakan kerja sama yang efektif, kooperatif praktis, diplomatis, dan mampu berperilaku yang dapat diterima kemampuan untuk menciptakan dan membina hubungan baik, memahami dan mendorong orang lain, sehingga warga sekolah bekerja secara suka rela, tidak ada paksaan dan lebih produktif (working with people).

3) Kemampuan konseptual, adalah kemampuan mental untuk mengkoordinasikan, dan memadukan semua kepentingan serta kegiatan organisasi. Kemampuan konseptual ini terkait dengan kemampuan untuk membuat konsep (working with ideas) tentang berbagai hal dalam lembaga yang dipimpinnya yaitu kemampuan berpikir rasional, cakap dalam berbagai macam konsepsi, mampu menganalisis berbagai kejadian serta mampu memahami berbagai kecendrungan, mangantisipasi perintah, mengenali dan mamahami macam-macam masalah sosial.

Peraturan Menteri No 13 Tahun 2007 Tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah, kemampuan manajerial kepala sekolah meliputi:

1. Menyusun perencanaan sekolah/madrasah untuk berbagai tingkatan perencanaan.

2. Mengembangkan organisasi sekolah/madrasah sesuai dengan kebutuhan.

3. Memimpin sekolah/madrasah dalam rangka pendayagunaan sumber daya sekolah/madrasah secara optimal.

4. Mengelola perubahan dan pengembangan sekolah/madrasah menuju organisasi pembelajaran yang efektif.

5. Menciptakan budaya dan iklim sekolah/ madrasah yang kondusif dan inovatif bagi pembelajaran peserta didik.

6. Mengelola guru dan staf dalam rangka pendayagunaan sumber daya manusia secara optimal.

7. Mengelola sarana dan prasarana sekolah/madrasah dalam rangka pendayagunaan secara optimal.

8. Mengelola hubungan sekolah/madrasah dan masyarakat dalam rangka pencarian dukungan ide, sumber belajar, dan pembiayaan sekolah/madrasah.

9. Mengelola peserta didik dalam rangka penerimaan peserta didik baru, penempatan dan pengembangan kapasitas peserta didik.

10. Mengelola pengembangan kurikulum dan kegiatan pembelajaran sesuai dengan arah dan tujuan pendidikan nasional.

11. Mengelola keuangan sesuai dengan prinsip pengelolaan yang akuntabel, transparan, dan efisien.

12. Mengelola ketatausahaan dalam mendukung pencapaian tujuan sekolah/madrasah.

13. Mengelola unit layanan khusus sekolah/madrasah dalam mendukung kegiatan pembelajaran dan kegiatan peserta didik di sekolah/madrasah.

14. Mengelola sistem informasi sekolah/madrasah dalam mendukung penyusunan program dan pengambilan keputusan.

15. Memanfaatkan kemajuan teknologi informasi bagi peningkatan pembelajaran dan manajemen sekolah/madrasah.

16. Melakukan monitoring, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan program kegiatan sekolah/madrasah dengan prosedur yang tepat, serta merencanakan tindak lanjutnya.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan manjerial kepala sekolah adalah kapasitas yang dimiliki oleh seorang kepala sekolah dalam mengelola organisasi dan sumber daya yang ada, guna mencapai tujuan organisasi yang mancakup kemampuan:

1) merencanakan dengan indikator yaitu mampu menyusun dan menerapkan strategi, dan mampu mengefektifkan perancanaan.

2) mengorganisasikan dengan indicator yaitu mampu melakukan departementalisasi, membagi tanggung jawab dan mampu mengelola personil.

3) dalam pelaksanaan dengan indikator yaitu mampu mengambil keputusan, dan mampu menjalin komunikasi.

4) mengadakan pengawasan dengan indicator yaitu mampu mengelola, dan mampu mengendalikan operasional.

C. Konsep Rencana Kerja Sekolah (RKS)

1. Pengertian Rencana Kerja Sekolah (RKS)

Berdasarkan Permendiknas No. 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan, setiap sekolah pada semua jenjang pendidikan, harus menyusun Rencana Kerja Sekolah (RKS). RKS adalah suatu dokumen yang memuat rencana program pengembangan sekolah untuk empat tahun ke depan dengan mempertimbangkan sumber daya yang dimiliki menuju sekolah yang memenuhi Standar Nasional Pedidikan (SNP). RKS berisi rangkaian rencana berbagai upaya sekolah dan pihak lain yang terkait untuk mengatasi berbagai persoalan sekolah yang ada saat inimenuju terpenuhinya SNP, atas dasar pengertian tersebu, RKS diartikan rencana kerja sekolah untuk empat tahun sebagai upaya mencapai visi dan misi sekolah yang sudah ditetapkan.

2. Fungsi RKS

RKS sangat penting bagi sekolah untuk:

a. Dijadikan dasar bagi sekolah dalam melaksanakan program-program sesuai dengan visi, misi, tujuan, dan sasaran sekolah;

b. Penentuan program kerja prioritas sekolah untuk membuat target yang akan dicapai.

c. Penentuan langkah-langkah strategis dari kondisi nyata sekolah yangada sekarang menuju kondisi sekolah yang diharapkan;

d. Pelaksanaan supervisi, monitoring, dan evaluasi keterlaksanaan program dan hasil-hasilnya dalam kerangka memperoleh umpan balik untuk memperbaiki RKS selanjutnya;

3. Langkah-Langkah Penyusunan Rencana Kegiatan Sekolah (RKS)

Adapun langkah-langkah penyusunan RKS sebagai dasar untuk:

a. Melakukan analisis lingkungan operasional sekolah;

b. Melakukan analisis pendidikan sekolah saat ini;

c. Melakukan analisis pendidikan sekolah satu tahun ke depan (yang diharapkan);

d. Merumuskan kesenjangan antara pendidikan sekolah saat ini dan satu tahun kedepan ;

e. Merumuskan tujuan selama satu tahun ke depan;

f. Mengidentifikasi urusan-urusan sekolah untuk dikaji tingkat kesiapannya;

g. Melakukan analisis SWOT (mengenali tingkat kesiapan masing-masing urusan sekolah melalui analisis SWOT);

h. Merumuskan dan mengidentifikasi langkah-langkah pemecahan persoalan;

i. Menyusun rencana program sekolah;

j. Menentukan tonggak-tonggak kunci keberhasilan milestone (output apa & kapan dicapai);

k. Menyusun rencana biaya (besar dana, alokasi, sumber dana);

l. Menyusun rencana pelaksanaan program;

m. Menyusun rencana pemantauan dan evaluasi;

n. Membuat jadwal pelaksanaan program;

o. Menentukan penanggungjawab program/kegiatan.

Ketentuan-ketentuan yang harus diperhatikan ketika menyusun RKS adalah:

a. Menggunakan strategi analisis SWOT;

b. Analisis SWOT dilakukan setiap tahun;

c. Program yang direncanakan lebih operasional;

d. Ada benang merah antara tujuanpengembangan program kegiatan sekolah.

e. Rencana dan program sekolah harus memperhatikan hasil analisis SWOT.

Secara lebih rinci penyusunan RKS tersebut, sebagai berikut:

1) Melakukan analisis lingkungan operasional sekolah (strategis)

Langkah ini pada prinsipnya sama dengan analisis lingkungan strategis pada Restra. Perbedaannya adalah untuk analisis ini lebih menitikberatkan kepada lingkungan sekolah saja yang cakupannya lebih sempit dan berpengaruh langsung kepada operasional sekolah. Proses-proses ini termasuk menganalisis terhadap kebutuhan masyarakat/daerah setempat, potensi daerah, potensi sekolah, potensi masyarakat sekitar, potensi geografis sekitar sekolah, potensi ekonomi masyarakat sekitar sekolah, dan potensi lainnya, termasuk di dalamnya regulasi atau kebijakan daerah dan peta perpolitikan daerah setempat. Hasil kajian ini (baik yang bersifat kuantitas maupun kualitas) dapat dipergunakan untuk membantu melakukan analisis pendidikan yang ada di sekolah saat sekarang dan perencanaan satu tahun ke depan

2) Melakukan analisis pendidikan sekolah saat ini

Suatu analisis atau kajian pendidikan sekolah yang dilakukan oleh sekolah untuk mengetahui semua unsur internal sekolah yang akan dan telah mempengaruhipenyelenggaraan pendidikan dan hasil-hasilnya. Analisis ini lebih menitikberatkan pada analisis situasi pendidikan di sekolah yang bersangkutan. Aspek atau unsur-unsur sekolah yang secara internal dapat dikaji antara lain mengenai PBM, guru, kepala sekolah, tenaga administrasi sekolah (TAS), laboran, tenaga perpustakaan, fasilitas atau sarpras, media pengajaran, buku, peserta didik, kurikulum, manajemen sekolah, pembiayaan dan sumber dana sekolah, kelulusan, sistem penilaian/evaluasi, peran komite sekolah, dan sebaginya. Hasil kajian ini dapat dirumuskan dalam school profile” sekolahnya yang dapat dipergunakan untuk menentukan status” atau potret sekolah saat ini. Hasil ini selanjutnya akan dibandingkan dengan kondisi ideal yang diharapkan di masa satu tahun mendatang, sehingga dapat diketahui sejauh mana kesenjangan yang terjadi.

3). Melakukan analisis pendidikan sekolah satu tahun ke depan (yang diharapkan)

Pada dasarnya analisis ini sama dengan yang dilakukan untuk analisis RKS sebelumnya, bedanya untuk jangka waktu satu tahun. Sekolah melakukan suatu kajian atau penelaahan tentang cita-cita potret sekolah yang ideal di masa datang (khususnya dalam satu tahun mendatang). Dalam analisis ini melibatkan semua stakeholdersekolah, khususnya mereka yang memiliki cara pandang yang visioner, sehingga dapat menentukan kondisi sekolah yang benar-benar ideal dan terukur, feasible, serta rasional.

4). Menentukan kesenjanganantara situasi sekolah saat ini dan yang diharapkan satu tahun kedepan

Dalam menentukan kesenjangan ini pada dasarnya sama ketika menyusun RKS. Berdasarkan pada hasil analisis sekolah saat ini dan analisis kondisi sekolah yang ideal satu tahun mendatang, maka selanjutnya sekolah dapat menentukan kesenjangan yang terjadi antara keduanya. Kesenjangan itu, merupakan sasaran yang harus dicapai atau diatasi dalam waktu satu tahun, sehingga apa yang diharapkan sekolah secara ideal dapat dicapai. Dengan kata lain, kesenjangan tersebut merupakan selisih antara kondisi nyata sekarang dengan kondisi idealnya satu tahun ke depan.

5). Merumuskan tujuan sekolah selama satu tahun ke depan (disebut juga dengan sasaran atau tujuan situasional satu tahun)

Sekolah menentukan atau merumuskan sasaran atau tujuan jangka pendek satu tahunan. Rumusan tujuan satu tahunan ini merupakan penjabaran lebih rinci, operasional, dan terukur dari tujuan empat tahunan dalam RKS. Oleh karena itu, tujuan di sini tidak boleh berbeda atau menyimpang dari tujuan empat tahunan. Dalam perumusannya harus mengandung aspek SMART (spesific, measurable, achievable, realistic, dan time bound). Secara substansi tujuan tersebut lebih menitikberatkan pada tujuan pencapaian standar nasional dalam berbagai aspek pendidikan.

Tujuan satu tahun merupakan penjabaran dari tujuan sekolah yang telah dirumuskan berdasarkan pada kesenjangan/selisih/gap yang terjadi antara kondisi sekolah saat ini dengan tujuan sekolah untuk satu tahun ke depan. Berdasarkan pada tantangan nyata tersebut, selanjutnya dirumuskan sasaran mutu yang akan dicapai oleh sekolah. Sasaran harus menggambarkan mutu dan kuantitas berstandar nasional yang ingin dicapai dan terukur agar mudah melakukan evaluasi keberhasilannya.

6) Mengidentifikasi Fungsi-fungsi atau urusan-urusan sekolah untuk dikaji tingkat kesiapannya

Setelah sasaran atau tujuan tahunan ditentukan, selanjutnya dilakukan identifikasi fungsi-fungsi atau urusan-urusan sekolah yang diperlukan untuk mencapai sasaran tersebut. Langkah ini harus dilakukan sebagai persiapan dalam melakukan analisis SWOT. Fungsi-fungsi yang dimaksud, misalnya untuk meningkatkan pencapaian ketuntasan kompetensi lulusan yang berstandar nasional adalah fungsi proses belajar mengajar (PBM) berstandar nasional dan pendukung PBM, seperti: ketenagaan, kesiswaan, kurikulum, perencanaan instruksional, sarana dan prasarana dengan standar internasional, serta hubungan sekolah dan masyarakat. Selain itu, terdapat pula fungsi-fungsi yang tidak terkait langsung dengan proses belajar mengajar, diantaranya pengelolaan keuangan dan pengembangan iklim akademik sekolah.

Sekolah keliru apabila dalam menetapkan fungsi-fungsi tersebut atau fungsi tidak sesuai dengan sasarannya, maka dapat dipastikan hasil analisis akan menyimpang dan tidak berguna untuk memecahkan persoalan. Untuk itu, diperlukan kecermatan dan kehati-hatian dalam menentukan fungsi-fungsi yang diperlukan untuk mencapai sasaran yang ditentukan. Agar lebih mudah, dalam identifikasi fungsi dibedakan fungsi-fungsi pokok yang berbentuk proses, misalnya KBM, latihan, pertandingan, dan sebagainya serta fungsi-fungsi yang berbentuk pendukung, yang berbentuk input misalnya ketenagaan, sarana-prasarana, anggaran, dan sebagainya. Pada setiap fungsi ditentukan pula faktor-faktornya, baik faktor yang tergolong internal maupun eksternal agar setiap fungsi memiliki batasan yang jelas dan memudahkan saat melakukan analisis.

Setelah fungsi-fungsi yang diperlukan untuk mencapai sasaran telah diidentifikasi, maka langkah berikutnya adalah menentukan tingkat kesiapan masing-masing fungsi beserta faktor-faktornya melalui analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, and Threat).

7) Melakukan Analisis SWOT

Analisis SWOT dilakukan dengan maksud untuk mengenali tingkat kesiapan setiap fungsi dari keseluruhan fungsi yang diperlukan untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Oleh karena tingkat kesiapan fungsi ditentukan oleh tingkat kesiapan masing-masing faktor yang terlibat pada setiap fungsi, maka analisis SWOT dilakukan terhadap keseluruhan faktor dalam setiap fungsi tersebut, baik faktor internal maupun eksternal.

Dalam melakukan analisis terhadap fungsi dan faktor-faktornya, maka berlaku ketentuan berikut: Untuk tingkat kesiapan yang memadai, artinya, minimal memenuhi kriteria kesiapan yang diperlukan untuk mencapai sasaran, dinyatakan sebagai kekuatanbagi faktor internal atau peluang bagi faktor eksternal. Sedangkan tingkat kesiapan yang kurang memadai, artinya, tidak memenuhi kriteria kesiapan minimal, dinyatakan sebagai kelemahan bagi faktor internal atau ancaman bagi faktor eksternal. Penentuan kriteria kesiapan, diperlukan standar, kecermatan, kehati-hatian, pengetahuan, dan pengalaman yang cukup agar dapat diperoleh ukuran kesiapan yang tepat.

Kelemahan atau ancaman yang dinyatakan pada faktor internal dan faktor eksternal yang memiliki tingkat kesiapan kurang memadai, disebut persoalan. Selama masih adanya fungsi yang tidak siap atau masih ada persoalan, maka sasaran yang telah ditetapkan diduga tidak akan dapat tercapai. Oleh karena itu, agar sasaran dapat tercapai, perlu dilakukan tindakan-tindakan untuk mengubah fungsi tidak siap menjadi siap. Tindakan yang dimaksud disebut langkah-langkah pemecahan persoalan, yang pada hakekatnya merupakan tindakan mengatasi kelemahan atau ancaman agar menjadi kekuatan atau peluang.

Setelah diketahui tingkat kesiapan faktor melalui analisis SWOT, langkah selanjutnya adalah memilih alternatif langkah-langkah pemecahan persoalan, yakni tindakan yang diperlukan untuk mengubah fungsi yang tidak siap menjadi fungsi yang siap dan mengoptimalkan fungsi yang dinyatakan siap.

Oleh karena kondisi dan potensi sekolah berbeda-beda antara satu dengan lainnya, maka alternatif langkah-langkah pemecahan persoalannya pun dapat berbeda, disesuaikan dengan kesiapan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya di sekolah tersebut. Dengan kata lain, sangat dimungkinkan suatu sekolah mempunyai langkah pemecahan yang berbeda dengan sekolah lain untuk mengatasi persoalan yangsama. Oleh karena itu dalam analisis SWOT harus dilakukan pada tiap sasaran. Format analisis SWOT dapat dilihat pada lampiran modul ini.

8) Merumuskan dan Mengidentifikasi Alternatif Langkah-langkah Pemecahan Persoalan

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan untuk sasaran pertama, maka dapat diidentifikasi kelemahan dan ancaman yang dihadapi oleh sekolah pada hampir semua fungsi yang diberikan. Pada fungsi PBM yang menjadi kelemahan adalah siswa kurang disiplin, guru kurang mampu memberdayakan siswa dan umumnya tidak banyak variasi dalam memberikan bahan pelajaran di kelas serta waktu yang digunakan kurang efektif. Sedangkan yang menjadi ancaman adalah kurang siapnya siswa dalam menerima pelajaran, terutama pada pagi dan siang hari menjelang pulang. Di samping itu, suasana lingkungan sekolah yang kurang kondusif dan ramai karena berdekatan dengan pusat keramaian kota.

Selanjutnya untuk mengatasi kelemahan atau ancaman tersebut, sekolah mencari alternatif langkah-langkah memecahkan persoalan. Alternatif pemecahan masalah pada dasarnya merupakan cara mengatasi fungsi yang belum memenuhi kesiapan.

BAB III METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian dan Objek Penelitian

Penelitian dilakukan pada 15 (lima belas) kepala sekolah binaan peneliti di kecamatan Klapanunggal dan kecamatan Sukamakmur. Kelima belas kepala sekolah tersebit merupakan kepala sekolah dari sekolah negeri dua sekolah, dan 13 kepala sekolah dari sekolah swasta. Sebelas (11) kepala sekolah dari sekolah binaan di kecamatan Klapanunggal dan empat (4) kepala sekolah dari sekolah binaan di kecamatan Sukamakmur. Pemilihan lokasi penelitian di wilayah kecamatan Klapanunggal dan Sukamakmur karena sekolah di wilayah tersebut, merupakan sekolah binaan peneliti.

Penelitian dilaksanakan pada semester gasal tahun 2016/2017 selama empat bulan mulai dari bulan Agustus sampai bulan November mulai dari persipan sampai dengan pembuatan laporan.

B. Faktor-faktor yang Diteliti

Sesuai dengan permasalahan dalam penelitian, faktor yang diteliti dalam penelitian ini adalah kompetensi kepala sekolah dalam penyusunan rencana kerja sekolah (RKS).

C. Teknik Pengumpulan Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah kepala sekolah dan tim pengembangan sekolah (TPS). Teknik pengumpulan data yang digunakan sebagai berikut:

1. Obsevasi

Observasi merupakan teknik pengumpulan data, dimana peneliti melakukan pengamatan secara langsung ke objek penelitian untuk melihat dari dekat kegiatan yang dilakukan (Riduwan, 2004: 104). Metode observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada subjek penelitian (Margono, 2007:159). Observasi atau pengamatan, peneliti sarikan dari dua pendapat di atas adalah aktivitas terhadap suatu objek dengan maksud merasakan dan memahami dari hasil pengamatan untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan dalam sebuah penelitian. Observasi yang dilakukan peneliti dengan cara mengamati ketika melakukan kunjungan ke sekolah kemudian mendampingi kepala sekolah menyusun RKS sesuai hasil pengamatan dari perencanaan sampai finalisasi.

2. Supervisi Manajerial

Suatu aktivitas pembinaan yang direncanakan untuk membantu pegawai sekolah dalam melakukan pekerjaan secara efektif yang bertujuan menghasilkan perbaikan.

3. Wawancara

Wawancara yang dilakukan oleh peneliti langsung ditujukan kepada kepala sekolah dan tim pengembang sekolah ketika melakukan pendampingan penyusunan RKS. Wawancara atau interviu diartikan sebagai teknik mengumpulkan data dengan menggunakan bahasa lisan baik secara tatap muka ataupun melalui saluran media tertentu (Wina Sanjaya, 2009:96). Wawancara menurut peneliti adalah percakapan dua orang atau lebih untuk mendapatkan informasi yang akurat dan terpercaya dari narasumber (orang yang diwawancarai).

4. Tes

Secara harafiah, kata “tes” berasal dari bahasa Perancis Kuno yakni testum. Yang berarti piring untuk menyisihkan logam-logam mulia. Tes menurut Kamus Bahasa Indonesia diartikan ujinan baik tertulis atau lisan untuk mengetahui kompetensi/kemampuan (R. Sutoyo Bakir,2009:596). Tes berdasarkan pemahaman penulis diartikan suatu metode yang menggunakan soal-soal baik lisan atau tertulis yang telah disiapkan sesuai dengan kriteria atau kompetensi yang akan diukur. Tes yang dilakukan oleh peneliti untuk mengukur kompetensi dengan cara pretes dan postes. Kompetensi kepala sekolah yang diukur adalah kompetensi perencanaan penyusunan RKS, penyusuanan RKS, dan finalisasi RKS.

5. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi atau biasa kajian dokumen merupakan teknik pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan kepada subjek penelitian dalam rangka memperoleh informasi terkait objek penelitian.

D. Teknik Analisis Data

Tenknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis data kualitatif yaitu analisis berdasarkan penalaran logika. Analisis tersebut digunakan atas pertimbangan bahwa, jenis data yang diperoleh berbentuk kalimat-kalimat dan aktivitas-aktivitas peserta pendampingan. Analisis Kuantitatif akan digunakan untuk menghitung besarnya peningkatan kemampuan manjerian Kepala Sekolah dalam penyusunan RKS .

Data skor hasil observasi terhadap kinerja kepala sekolah dan proses penyusunan RKS dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Perhitungan nilai:

∑ (Skor Perolehan)

N = ----------------------- X 100 %

Skor Maksimal

Tabel 3.2

Skala Nilai Kuantitatif Menjadi Nilai Kualitatif

Rentang Nilai

Kriteria

86 s.d 100

Sangat Baik (A)

71 s.d 85

Baik (B)

56 s.d 70

Cukup (C)

X ≤ 55

Kurang (E)

E. Prosedur Penelitian Siklus 1, 2, dan 3

1. Prosedur penelitian

Prosedur kerja penelitian tindakan ini dirancang dalam 3 (tiga) siklus dangan rincian kegiatan masing-masing siklus melaui tahapan: perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Berikut adalah model Penelitian Tindakan Kemmis dan Taggart (1999:hal.6) yang peneliti gunakan dalam setiap siklusnya.

Gambar 3.1

Penelitian Tindakan model Kemmis dan Taggart (1999:hal.6)

Langkah 1 Siklus

(2) Tindakan

(4) Refleksi Evaluasi

(1) Rencana

(3) Pengamatan, Analisis Hasil

a. Perencanaan Awal

Peneliti mengkomunikasikan kepada semua kepala sekolah rencana pelakasanaan pembinaan secara berkelompok tentang penyusunan Rencana Kerja Sekolah. Peniliti menyusun proposal penelitian dan rencana jadwal penelitian. Peneliti mulai menyusun instrumen supervisi serta soal pretes dan postes tentang RKS untuk mengukur kompetensi manajerial kepala sekolah terhadap penguasaan RKS.

a. Siklus Pertama.

Diawali dengan pretes untuk mengetahui pemahaman dan kompetensi kepala sekolah tentang RKS dilanjutkan dengan kegiatan sosialisasi/ pengarahan/ IHT dengan materi/ pembahasan penyampaian teknik penyusunan Rencana Kerja Sekolah. Pengawas memberikan arahan serta bimbingan bagaiman cara menyusun RKS, menganalisis evaluasi diri sekolah dari 8 SNP, membentuk tim pengembang sekolah dan penyusunan RKS. Dengan kegiatan ini diharapkan kepala sekolah akan memahami langkah-langkah penyusunan RKS yang baik atau ideal, sesuai dengan yang dipersyaratkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan, kegiatan siklus 1 diakhiri dengan postes dan pemberian tugas. Rencana pelaksanaan siklus pertama tanggal 2 Agustus 2016 sampai dengan 26 Agustus 2016.

Secara sederhana alur kerja pada siklus 1 sebagai berikut:

1). Perencanaan:

a. Menyusun materi pembinaan..

b. Menyiapkan adminstrasi yang diperlukan selama pembinaan.

c. Memeriksa ulang jadwal kegiatan yang sudah disusun.

d. Memeriksa ulang instrumen pretes-postes dan instrumen supervisi manajerial.

2). Pelaksanaan Tindakan:

a. Melaksanakan pre tes tentang pemahaman materi RKS

b. Melaksanakan pembinaan penyususna RKS.

c. Melaksanakan postes

d. Memberikan tugas

e. Menyampaikan jadwal pertemuan dan pendampingan.

3). Pengamatan/ Observasi:

Observasi dilakukan oleh peneliti dengan mencatat perkembangan peserta dalam menyusun RKS bersama tim pengembang sekolah, apakah alur penyusunan RKS sudah mengikuti arahan dari pengawas Pembina.

4). Refleksi/evaluasi:

Untuk refleksi dilaksanakan dengan :

a. Mencatat pertanyaan para kepala sekolah selama pembinaa.

b. Mendiskusikan bersama pertanyaan peserta, peneliti memberi penguatan.

c. Peneliti memberilan postes dan penugasan.

b. Siklus Kedua.

Kepala sekolah mempresentasikan hasil penugasan, didiskusikan dan pengawas memberi arahan serta pendampingan untuk penyempurnaan. Dilakukan supervisi manajerial pertama. Hasil supervisi ini sebagai bahan pembinaan lanjutan untuk menigkatkan kompetensi manajerial kepala sekolah dalam penyusunan RKS. Dan dilaksanakan pembinaan serta pendampingan berdasarkan kelebihan dan kelemahan hasil supervisi yang pertama. Siklus diakhiri dengan postes kedua sebagai bahan evaluasi progres peningkatan kompetensi manajerial kepala sekolah tentang RKS. Waktu pelaksanaan siklus 2 mulai tanggal 6 sampai dengan 28 September 2016.

1). Perencanaan siklus 2 dilakukan :

a. Pengecekan kesiapan kepala sekolah dalam penyusunan RKS untuk dipresentasikan..

b. Menyiapan instrument supervise manajerial dan instrumen postes.

c. Menghubungi kepala sekolah binaan untuk presentasi hasil dari penugasan di siklus 1 dan pelaksanaan supervisi Manajerial sesuai jadwal yang disepakati.

2). Pelaksanaan tindakan siklus 2,

Untuk pelaksanaan tindakan siklus 2 dilakukan supervisi manajerial pertama.

a. Pelaksanaan presentasi hasil penugasan masing-masing kepala sekolah.

b. Pelaksanaan supervisi Manajerial pertama terhadap kepala sekolah dalam penyusunan RKS, sekaligus pembimbingan langsung terhadap kepala sekolah berdasarkan catatan kekurangan dari hasil supervisi manajerial pertama.

c. Memberikan pengarahan berdasarkan hasil temuan dalam supervisi manajerial pertama.

e. Membahas persiapan tindakan supervisi manajerial berikutnya.

3). Pengamatan/ Observasi

Pengamatan /observasi dilakukan peneliti selama tindakan supervisi manajerial pertama. .Lembar observasi disiapkan dan jurnal catatan kegiatan untuk mengetahui peningkatan kompetensi kepala sekolah dari setiap kegiatan mengacu kepada instrument yang disiapkan.

4). Refleksi/ Evaluasi

Setelah pengamatan dalam supervisi, maka peneliti :

a. Berdiskusi menyampaikan bagaimana peningkatan kompetensi yang diperoleh kepala sekolah di sekolah binaan.

b. Mengidentifikasi kelemahan dan kelebihan kepala sekolah dalam penyusunan RKS yang masih harus ditingkatkan.

c. Melaksanakan postes kedua.

d. Membandingkan hasil siklus 1 dan silkus 2

e. Memberikan penugasan untuk prnyempurnaan penyusunan RKS..

c. Siklus Ketiga.

Dilanjutkan supervisi manajerial kedua, sekaligus mendampingi kepala sekolah dalam penyusunan RKS. Hasil supervisi kedua dijadikan bahan pembinaan lanjutan. Dengan kegiatan supervisi manajerial yang harmonis, demokratis, komunikatif, terjadwal ini diharapkan dapat meningkatkan kompetensi manajerial kepala sekolah dalam penyususnan RKS sebagai upaya meningkatkan mutu dan kualitas pengeloaan sekolah. Siklus 3 diakhiri postes kedua. Waktu pelaksanaan siklus 3 dimulai tanggal 11 sampai dengan 21 Oktober 2016

1). Perencanaan.

Dalam perencanaan tindakan supervisi manajerial siklus 3 (tiga) hal yang dipersiapkan:

a. Menyampaikan hasil supervisi pertama untuk diperbaiki, ditindaklanjuti dan disempurnakan.

b. Berdasarkan identifikasi hasil supervisi manajerial pertama, digunakan sebagai dasar dalam menentukan langkah atau teknik pelaksanakan pendampingan kepala sekolah dalam supervisi manajerial kedua.

c. Menghubungi sekolah untuk jadwal supervisi manajerial lanjutan.

d. Persiapan instrument untuk supervisi manajerial kedua.

2). Pelakasanaan tindakan siklus 3.

Tindakan siklus 3 (tiga) adalah supervisi manajerial kedua, hal yang dilakukan adalah:

a. Memeriksa hasil penugasan yang diberikan, kemudian memberikan arahan dan bimbingan untuk penyempurnaan hasil.

b. Melaksanakan supervisi manajerial kedua sesuai dengan jadwal, menggunakan instrument yang telah dipersiapkan.

c. Mendiskusikan hasil supervisi kedua dalam rangka pembinaan kompetensi kepala sekolah.

3). Pengamatan/ observasi.

Pengamatan dilakukan peneliti selama kegiatan supervisi manajerial kedua ini, dengan mencatat perkembangan/peningkatan setiap tahapan yang akan dijadikan data peneliti akan kelemahan dan keberhasilan dalam pelaporan.

4). Refleksi/ Evaluasi

Refleksi /evaluasi dilakukan sesudah tindakan supervisi manajerial kedua/ siklus 3 (tiga). Peneliti melaksanakan:

a. Mendiskusikan segala kelemahan dan kelebihan atau keberhasilan tindakan supervisi manajerial kedua dan hasil postes kedua.

b. Mengidentifikasi hasil supervisi manajerial kedua dalam siklus 3(tiga) .

c. Membandingkan hasil pretes, postes 1, postes 2, dan hasil supervisi manajerial pertama dan kedua .

d. Menyimpulkan apakah indikator kompetensi manajerial kepala sekolah tercapai atau belum, kalau tercapai tindakan dihentikan andaikan belum tercapai maka kegiatan akan dilanjutkan dengan supervisi manajerial siklus berikutnya.

2. Indikator Keberhasilan

Penelitian ini dinyatakan berhasil apabila melalui pola pembinaan “Sutan Gasdam” dapat meningkatkan kompetensi manajerial kepala sekolah dalam penyusunan RKS, sehingga berdapak positif dalam pengelolan manajerial sekolah.

Indikator kinerja penelitian atau indikator keberhasilan penelitian ini berhasil apabila : kompetensi manajerial kepala sekolah dan kemampuan kepala sekolah menyusun RKS berdasarkan EDS mencapai skore rata – rata minimal 71% dengan kategori baik , dari 15 kepala sekolah yang menjadi objek penelitian.

F. Jadwal Penelitian

Penelitian ini dimulai dari bulan Agustus 2016 sampai dengan bulan Nopember 2016 selama 4 (empat ) bulan. Adapun persiapan mulai bulan Juli 2016 diawali dengan mengidentifikasi masalah, menyusun Rencana Penelitian Tindakan, perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi dan evaluasi serta penyusunan laporan Penelitian Tindakan.

Secara rinci jadwal rencana kegiatan penelitian tindakan dapat dijabarkan sebagai berikut:

Tabel 3.3

Jadwal Rencana Kegiatan Tindakan Penelitian

NO

RENCANA KEGIATAN

WAKTU

1

Persiapan

Menyusun rancangan penelitian yang meliputi identifikasi masalah, penentuan waktu pelaksanaan penelitian, merumuskan instrument, menyiapkan materi, dan menyusun jadwal supervise

Juli 2016

2

Pelaksanaan Penelitian

e. Siklus 1

Kegiatan penenelitian siklus dimulai dari pretes kemampuan manajerial kepala sekolah, kemudian dilanjutlan dengan pembinaan kepala sekolah dalam penyusunan RKS sesuai dengan Standar Pengelolaan. Siklus 1 dimulai dari pre tes, pembinaan penyusunan RKS, post tes, penugasan dan diakhiri dengan pendampingan sebagai refleksi hasil dari pembinaan dan penugasan. Kegiatan ini dilakukan tanggal 2 Agustus 2016 sampai 26 Agustus 2017.

f. Siklus 2

Peneliti memeriksa hasil pretes dan postes, yang ditindaklanjuti dengan pembinaan kedua, disesuaikan dengan kelemahan dari hasil postes pertama. Peneliti memberikan penugasan kedua, mendampingi penyusunan RKS, melakukan pembinaan kedua yang diakhiri dengan postes untuk melihat peningkatan kompetensi manajerial kepala sekolah, kemudian dilakukan supervisi manajerial pertama.Siklus kedua dilaksanakan tanggal 6 September 2016 sampai 28 September 2016.

g. Siklus 3

Peneliti melakukan pengolahan data hasil dari tes kompetensi kepala sekolah kedua, menganalisi, melakukan pembinaan dan pendampingan, memberikan tugas, dan melakukan tes ketiga, serta supervisi manajerial kedua. Siklus ketiga dilaksanakan tanggal 11 Oktober sampai 27 Oktober 2017.

Agustus 2016 s.d Oktober 2016

3

Pengumpulan dan Pengolahan Data

Hasil dari tes, mulai dari pretes, tes 1, tes 2, dan tes 3 didokumenkan dan dianalisis. Hasil dari supervisi manajerial pun didokumentasikan dan dianalisi, untuk melihat peningkatan kompetensi manajerial kepala sek0lah.

Juli 2017 sampai Oktober 2016

4

Pelaporan Hasil Penelitian

Semua data yang telah di analisis disusun dalam sebuah pelaporan hasil penelitian tindakan sekolah untuk mendapatkan pengesahan dari atasan dan didokumentasikan di perpustakaan Dinas Pendidikan.

Nopember 2016

G. Cara Pengambilan Kesimpulan

Data – data yang sudah terkumpul dimulai dari data awal (pra siklus) yang diawali dengan pretes kompetensi manajerial kepala sekolah tentang pemahaman penyusunan RKS, dilanjutkan dengan pembinaan materi penyususnan RKS, dilakukan postes untuk mengetahui peningkatan pemahaman penyusunan RKS dan dilanjutkan dengan penugasan serta pendampingan oleh peniliti, kemudian data dari tiap siklus, dihitung dan dianalisis. Hasil akhir dari analisis tiap siklus untuk mengetahuai peningkatan kompetensi manajerial kepala sekolah dalam penyusunan RKS, apakah sudah mencapai pada indikator yang ditetapkan. Bila indikator belum tercapai maka peneliti melakukan siklus berikutnya dimulai dari perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan/observasi dan refleksi sampai indikator ketercapaian benar-benar tercapai pada predikat B dan penelitian dihentikan.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Deskripsi Kondisi Awal

Gambaran hasil yang didapat berdasarkan rekaman fakta/observasi di lapangan .pada awalnya pemahaman terhadap RKS masih rendah. hal ini dikarenakan persepsi kepala sekolah menganggap bahwa penyusunan RKS berdasarkan tidak terlalu penting. RKS disusun cukup dengan melihat RKS dari sekolah lain tanpa harus melihat dahulu hasil analisis kontek atau EDS sekolah yang bersangkutan.

Proses penyusunan RKS hanya didasari oleh contoh-contoh yang ada, tanpa menganalisis secara kritis berdasarkan hasil analisis kontek atau EDS, sehingga RKS disusun jauh dari apa yang diharapkan. Berikut adalah hasil wawancara peneliti pada kegiatan Supervisi manajerial Kepala Sekolah Pada Standar Pengelolaan Pendidikan.

Tabel 4.1.

Hasil Pengecekan Dokumen dan Wawancara Ketersediaan RKS

No

Nama Sekolah

Ketersediaan RKS

Keterangan

1

SMPN 1 Klapanunggal

Ada

Kopi paste

2

SMP Bantarjati

Ada

Kopi paste

3

SMP PGRI Lulut

Tidak ada

Kopi paste

4

SMP Asy-Syfa

Ada

5

SMP Islam Al-Kausar

Tidak ada

6

SMP Smart Cibinong

Ada

Kopi paste

7

SMP Amal Mulia

Tidak ada

8

SMP PGRI Klapanunggal

Ada

Kopi paste

9

SMP Ar-raudhouh

Tidak ada

10

SMP Darul Aqrom

Tidak ada

11

SMP PGRI Bojong

Tidak ada

12

SMPN 2 Sukamakmur

Ada

Dibuat sendiri KS

13

SMP Islam Yappis

Tidak ada

14

SMP CBS

Tidak ada

15

SMP PGRI Sukamakmur

Tidak ada

Jumlah

6

Rata – Rata

40

Sangat rendah

Atas dasar data tersebut, peneliti memandang perlu melakukan penelitian tindakan untuk mengetahui lebih lanjut yang menjadi latar belakang atau alasan kepala sekolah tidak menyususn RKS yang menjadi kerangka dasar pengembangan sekolah empat tahu ke depan sejalan dengan visi dan misi sekolah yang sudah lebih dulu ditetapkan bersama. Untuk itu, perlu adanya tindakan nyata yang diharapkan mampu meningkatkan kemampuan kepala sekolah dan Tim Pengembang Sekolah (TPS) dalam menyusun RKS melalui workshop kegiatan Pembinaan dan Pendampingan dengan pola Sutan Gasdam.

2. Penjelasan Per Siklus

a. Siklus 1

Diawali dengan pretes untuk mengetahui pemahaman dan kompetensi kepala sekolah tentang RKS dilanjutkan dengan kegiatan sosialisasi/ pengarahan/ IHT dengan materi/ pembahasan penyampaian teknik penyusunan Rencana Kerja Sekolah. Pengawas memberikan arahan serta bimbingan bagaiman cara menyusun RKS, menganalisis evaluasi diri sekolah dari 8 SNP, membentuk tim pengembang sekolah dan penyusunan RKS. Dengan kegiatan ini diharapkan kepala sekolah akan memahami langkah-langkah penyusunan RKS yang baik atau ideal, sesuai dengan yang dipersyaratkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan, kegiatan siklus 1 diakhiri dengan postes dan pemberian tugas. Rencana pelaksanaan siklus pertama tanggal 2 Agustus 2016 sampai dengan 26 Agustus 2016.

Secara sederhana alur kerja pada siklus 1 sebagai berikut:

1). Perencanaan:

a. Menyusun materi pembinaan..

b. Menyiapkan adminstrasi yang diperlukan selama pembinaan.

c. Memeriksa ulang jadwal kegiatan yang sudah disusun.

d. Memeriksa ulang instrumen pretes-postes dan instrumen supervisi manajerial.

2). Pelaksanaan Tindakan:

a. Melaksanakan pre tes tentang pemahaman materi RKS

b. Melaksanakan pembinaan penyususna RKS, tanya jawab, dan diskusi.

c. Melaksanakan postes

d. Memberikan tugas

c. Menyampaikan jadwal pertemuan dan pendampingan.

3). Pengamatam/ Observasi:

Observasi dilakukan oleh peneliti dengan mencatat perkembangan peserta dalam menyusun RKS bersama tim pengembang sekolah, apakah alur penyusunan RKS sudah mengikuti arahan dari pengawas Pembina.

4). Refleksi/evaluasi:

Untuk refleksi dilaksanakan dengan :

a. Mencatat pertanyaan para kepala sekolah selama pembinaa.

b. Mendiskusikan bersama pertanyaan peserta, peneliti memberi penguatan.

c. Peneliti memberilan postes dan penugasan.

Berikut adalah gambaran awal kompetensi kepala sekolah, berdasarkan hasil pretes (tes 1) berhubungan dengan pemahaman dalam penyusunan RKS.

Tabel 4.2.

Hasil Pretes Kompetensi Kepala Sekolah Tentang Pemahaman RKS

Tabel 4.3

Hasil Postes 1 Kompetensi Kepala Sekolah Tentang Pemahaman RKS

Berdasarkan data tabel tersebut diperoleh data awal hasil pretes tentang kompetensi kepala sekolah tentang RKS sebelum dilaksanakan pembinaan tentang penyususnan RKS diperoleh jumlah skor 1.200,00 (rata-rata 42,86) pada predikat kurang (K). Sedangkan setelah dilaksanakan pembinaan tentang penyusunan RKS terjadi peningkatan akan pemahaman penyusunan RKS yang berdampak pada peningkatan kompetensi kepala sekolah. Hasil jumlah skor pada postes 1 adalah 1.863,35 (rata-rata 66,55) pada predikat cukup (C). Dengan demikian terjadi peningkatan jumlah skor sebesar 663,33 atau rata -rata skor sebanyak 22,11. (Instrumen pretes dan postes tentang kompetensi kepala sekolah terhadap pemahaman RKS terlampir).

2. Siklus 2.

Siklus 2 (dua) tindakan yang dilaksanakan adalah presentasi para kepala sekolah dari hasil penugasan tentang penyusunan RKS, kemudian dilanjutkan dengan supervisi manajerial pertama, yang difokuskan pada penyusunan RKS. Alat ukur yang digunakan adalah instrument supervisi penyusunan RKS yang terdiri dari 10 aspek yang dinilai lengkap dengan indikator per-aspeknya, dengan skor tertinggi adalah 4. Hasil supervisi ini sebagai bahan pembinaan dan pendampingan lanjutan berdasarkan kelebihan dan kelemahan masing-masing kepala sekolah. Hal ini, dimaksudkan untuk peningkatan kompetensi manajerial kepala sekolah dalam penyusunan RKS yang ideal sesuai dengan Standar Pengelolaan Pendidikan. Waktu pelaksanaan siklus 2 mulai tanggal 6 sampai dengan 28 September 2016.

1). Perencanaan

Dalam perencanaan siklus 2 dilakukan :

a. Pengecekan kesiapan instrumen supervisi Manjerial kepala sekolah dalam penyusunan RKS, tanggal 6 September 2016.

b. Menyiapan instrument supervisi.

c. Menghubungi kepala sekolah binaan untuk pelaksanaan supervisi Manajerial sesuai jadwal yang disepakati.

2). Pelaksanaan tindakan siklus 2,

Untuk pelaksanaan tindakan siklus 2 adalah:

a. Presentasi hasil penugasan penyusunan RKS oleh kepala sekolah

a. Bersama kepala sekolah yang akan disupervisi mendiskusikan kesiapan proses supervisi Manajerial yang dijadwalkan berdasarkan kesepakatan.

b. Pelaksanaan supervisi Manajerial pertama terhadap kepala sekolah dalam penyusunan RKS..

c. Pembimbing menjelaskan dan memberikan saran-saran melalui diskusi paska supervisi sebagai perbaikan kompetensi Manajerial kepala sekolah dalam penyusunan RKS.

d. Memberikan pengarahan berdasarkan hasil temuan dalam supervisi manajerial pertama.

e. Membahas persiapan tindakan supervisi manajerial berikutnya.

3). Pengamatan/ Observasi

Pengamatan /observasi dilakukan peneliti selama tindakan supervisi manajerial pertama. .Lembar observasi disiapkan dan jurnal catatan kegiatan untuk mengetahui peningkatan kompetensi kepala sekolah dari setiap kegiatan mengacu kepada instrument yang disiapkan.

4). Refleksi/ Evaluasi

Setelah pengamatan dalam supervisi, maka peneliti :

a. Berdiskusi menyampaikan bagaimana peningkatan kompetensi yang diperoleh kepala sekolah di sekolah binaan.

b. Mengidentifikasi kelemahan dan kelebihan kepala sekolah dalam penyusunan RKS yang masih harus ditingkatkan.

c. Membandingkan hasil siklus 1 dan silkus 2

d. Dengan dasar hasil refleksi dan evaluasi maka peneliti merncanakan tes ketiga dan direncanakan tindakan supervisi manajerial untuk pembinaan selanjutnya.

Tabel 4.4

Data Nilai Supervisi Manajerial Pertama Penyusunan RKS

Data hasil dari supervisi manajerial terhadap kompetensi manajerial kepala dalam penyusunan RKS dengan skor maksimal 4 adalah 100 dengan nilai supervisi 66,67 pada predikat cukup (C) Hasil tersebut belum sesuai dengan indikator keberhasilan yang diharapkan yaitu minimal pada 71 dengan predikat B. Untuk itu peneliti melanjutkan penelitian pada siklus ketiga, dengan terlebih dahulu mengadakan tes ketiga, Pelaksanaan pembinaan pada siklus ketiga lebih difokuskan pada pendampingan dengan memanfaatkan peneliti mengunjungi sekolah binaan.

3. Siklus 3.

Siklus 3 (tiga) tindakan yang dilaksanakan adalah supervisi manajerial kedua. Hasil supervisi manajerial kedua dijadikan bahan pembinaan lanjutan. Waktu pelaksanaan siklus 3 dimulai tanggal 11 sampai dengan 21 Oktober 2016.

1). Perencanaan.

Dalam perencanaan tindakan supervisi manajerial siklus 3 (tiga) hal yang dipersiapkan:

a. Menyampaikan hasil supervisi pertama untuk diperbaiki, ditindaklanjuti dan disempurnakan yang dilanjutkan dengan tes ketiga (postes kedua) untuk mengukur peningkatan pemahaman kompetensi manajerial kepala sekolah dalam penyusunan RKS.

b. Berdasarkan identifikasi hasil supervisi manajerial pertama, digunakan sebagai dasar dalam menentukan langkah atau teknik pelaksanakan pembinaan kepala sekolah dalam supervisi manajerial kedua.

c. Menghubungi sekolah untuk jadwal supervisi manajerial lanjutan.

d. Persiapan instrument untuk supervisi manajerial kedua.

2). Pelakasanaan tindakan siklus 3.

Tindakan siklus 3 (tiga) adalah supervisi manajerial kedua, hal yang dilakukan adalah:

a. Mengadakan pertemuan awal dengan kepala sekolah sebelum supervisi manajerial kedua dilaksanakan.

b. Melaksanakan tes ketiga.

c. Melaksanakan supervisi manajerial kedua sesuai dengan jadwal, menggunakan instrument yang telah dipersiapkan.

d. Mendiskusikan hasil supervisi kedua dalam rangka pembinaan dan pendampingan kompetensi kepala sekolah.

3). Pengamatan/ observasi.

Pengamatan dilakukan peneliti selama kegiatan supervisi manajerial kedua ini, dengan mencatat perkembangan/peningkatan setiap tahapan yang akan dijadikan data peneliti akan kelemahan dan keberhasilan dalam pelaporan .

4). Refleksi/ Evaluasi

Refleksi /evaluasi dilakukan sesudah tindakan supervisi manajerial kedua/ siklus 3 (tiga). Peneliti melaksanakan:

b. Mendiskusikan segala kelemahan dan kelebihan atau keberhasilan tindakan supervisi manajerial kedua.

c. Mengidentifikasi hasil supervisi manajerial kedua dalam siklus 3(tiga) .

d. Membandingkan hasil supervisi manajerial pertama dan kedua .

e. Menyimpulkan apakah indikator kompetensi manajerial tercapai atau belum, kalau tercapai tindakan dihentikan andaikan belum tercapai maka kegiatan akan dilanjutkan dengan supervisi manajerial siklus berikutnya.

Tabel 4.5

Hasil Postes 2 Kompetensi Kepala Sekolah Tentang Pemahaman RKS

Tabel 4.6 .

Data Nilai Supervisi Manajerial Kedua Penyusunan RKS

Hasil dari tes ketiga berdasarkan data tersebut, menunjukkan adanya peningkatan kompetensi manajerial kepala sekolah terhadap pemahaman dalam penyusuanan RKS dibandingkan pada hasil tes kedua. Angka peningkatan tersebut mencapai 16,78. Sedangkan dari hasil supervisi manajerial kepala sekolah selama penyusuna RKS juga mengalami peningkatan dari nilai supervisi 66,67 (C) menjadi 83,33 (B), terjadi peningkatan nilai sebesar 16,66. Dengan demikian indikator keberhasilan dalam penelitan tercapai, sehingga penelitian tidak dilanjutkan pada siklus berikutnya.

3. Pengambilan Kesimpulan Penelitian

Seperti yang sudah digambarkan pada alur kegiatan berdasarkan hasil analisis data pada pra siklus, siklus 1, 2 dan 3 maka pembinaan dengan pola Sutan Gasdam berdampak meningkatkan kompetensi manajerial kepala sekolah dalam penyusunan RKS. Berikut adalah rekapitulasi hasil analisis data dimulai dari siklus pertama samapai pada siklus ketiga, baik dari hasil tes atau pun hasil supervisi manajerial.

Tabel 4.7

Rekapitulasi Hasil Tes Kompetensi Manajerial Kepala Sekolah

sebelum dan sesudah Pembinaan

Keterangan

Rata-rata Hasil Tes

Predikat

Pretes

42,86

K

Postes 1

66,56

C

Peningkatan Hasil

23,70

Postes 2

83,33

B

Peningkatan Hasil

16,78

Untuk lebih jelasnya, hasil tes Kompetensi Manajerial kepala sekolah tentang pemahaman RKS sebelum dilaksanakan pembinaan dan pendampingan dengan hasil tes setelah dilakukan pembinaan dan pendampingan dapat dilihat pada grafik berikut:

Grafik 4.1

Peningkatan Hasi Tes Kompetensi Kepala Sekolah Sebelum dan Sesudah Pempinaan

Tabel 4.8

Rekapitulasi Hasil Supervisi Manajerial Kompetensi Kepala Sekolah Dalam Penyususna RKS

Keterangan

Hasil Analisis

Nilai Supervisi

Predikat

Supervisi Manajerial 1

66,67

C

Supervisi Manajerial 2

83,33

B

Peningkatan

16,66

Grafik 4.2

Hasil Supervisi Manajerial Kompetensi Kepala Sekolah Dalam Penyususna RKS

Tabel 4.9

Peningkatan Hasil Tes dan Supervisi Manajerial Kepala Sekolah dalam Penyusunan RKS

Keterangan

Hasil Analisis Data

Pretes

Postes 1

Postes 2

Supervisi 1

Supervisi 2

Rata-rata Nilai

42,86

66,56

83,33

66,67

83,33

Predikat

K

C

B

C

B

Peningkatan Hasil

16,78

16,66

Grafik 4.3

Peningkatan Hasil Tes dan Supervisi Manajerial Kepala Sekolah dalam Penyusunan RKS

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tindakan sekolah, dapat disimpulkan bahwa pola pembinaan sutan gasdam (Supervisi Berkelanjutan, Penugasan dan Pendampingan) dapat meningkatkan kompetensi manajerial kepala sekolah dalam penyusunan RKS. Rata-rata skor kompetensi manajerial kepala sekolah dalam penyusunan RKS melalui tes adalah 83,33 dari sebelumnya 66,56 dengan peningkatan keberhasilan 16,78 pada predikat baik (B), sedangkan peningkatan rata-rata skor kompetensi kepala sekolah dalam menyusun RKS melalui supervisi manajerial adalah 16,66 pada predikat baik (B), dari pencapaian 66,67 menjadi 83,33.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, hal-hal yang disarankan adalah sebagai berikut:

1. Hasil penelitan ini belum sempurna, karena hasil yang dicapai belum 100% untuk itu, diharapkan bagi teman sejawat yang akan melalukan penelitian dengan kasus yang sama bisa melengkapinya pada bagian penyusunan Rencana Kerja Sekolah sampai pada penyusunan Rencana Kerja Anggaran Sekolah.

2. Penelitian dengan pola pembinaan Sutan Gasdam diharapkan dapat mengimpirasi teman – teman sejawat untik melakukan pembinaan kepada kepala sekolah binaan.

3. Sebagai bahan pembelajaran berharga kepada para kepala sekolah untuk selalu meningkatkan kompetensinya, baik kompetensi manajerial..

4. Dinas pendidikan setempat dapat penindaklanjuti dalam rencana program pelatihan peningkatan kompetensi manajerial kepala sekolah.

5. Dapat dijadikan satu alternatif pola pembinaan dilingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor dalam upaya peningkatan kompetensi manajerial kepala sekolah serta dapat dijadikan bahan referensi keilmuan dengan penelitian yang sama.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto. S. (2004). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Atok R. Aryanto dkk.2005. Corporate Heros.Jakarta : Gamedia Utama

Badudu. (2002). Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. P dan K Jakarta : Depdikbud

Dja’an Sotari.(2016). Pengawasan dan Penjamin Mutu Pendidikan :Bandung: Alfabeta.

E. Mulyasa.(2003). Menjadi Kepala Sekolah Profesional. Bandung:PT Remaja Rosdakarya

__________.(2006). Kepala Sekolah Yang Kreatif dan Inovatif.. Bandung : PT Remaja Rosdakarya

Kemendikbud. 2014. Supervisi Manajerial dan Akademik Kurikulum 2013. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Kemmis S. Mc. Taggart. R. 1992. The Action Research Planne. Victoria: Deaken University.

Margono S.2007. Metologi Penelitian Pendidikan Komponen MKDK. Jakarta: Rineka Cipta.

Miftah Toha. (2007).Perilaku Organisasi, Konsep Dasar Dan Aplikasinya.Jakarta:Rajawali Press

Nana Sujana. (2008). Kompetensi Pengawas Sekolah. Jakarta, LPP Binamirta.

Nurhadi, Muljani dan Panggabean, Maralus. 2001. Naskah Akademik tentang Pengawasan Pendidikan. Jakarta: Inspektorat Jendral Depdiknas.

Peraturan Menteri Nomor 13 Tahun 2007. Tentang Standar Kepala Sekolah.

Permenteri Pendidikan Nasioanal Nomor 19 Tahun 2007.Tentang Standar Pengelolaan Pendidikan.

Riduwan. 2004. Metode Riset. Jakarta: Rineka Cipta.

R. Sutoyo Bakir. 2009. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Tanggerang : Kharisma Group.

Soebagio Atmodiwirio.(2002). Manajemen Pelatihan.Jakarta:Ardadizya Jaya

Wahjosumidjo. (2002).Kepemimpinan Kepala Sekolah Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Wina Sanjaya. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Internet

http://karyailmiah.com. Juli 2016.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Wah, lengkapnyaa

28 Mar
Balas

Heeee berbagai saja siapa tahu bermanfaat

13 Apr



search

New Post